
Pernah mendengar ‘Belanda Depok’? Komunitas eks
budak Cornelis Chastelein ini masih eksis sampai sekarang. Sebagian
berdomisili di Depok, Jawa Barat, tanah leluhur kampung halaman mereka.
Sebagian lagi bermukim di Belanda.
Di Negeri Tulip itu, Belanda Depok mendirikan paguyuban yang dinamai de Dodol, singkatan dari Depok Ondervindt Doorlopend Onze Liefd,
artinya Depok membuat cinta kami tetap. Sedangkan orang Depok yang
memilih tinggal di tanah kelahiran membentuk Yayasan Lembaga Cornelis
Chastelein.
“Meski jauh di mata, hubungan kami tetap dekat
di hati. Seperti hubungan keluarga pada umumnya. Yang dari sana
(Belanda) sering berkunjung kemari, dan yang dari sini sering berkunjung
ke Belanda,” kata Valentino ditemui di Gedung YLCC, Depok, Jawa Barat,
Selasa (18/10). Baik lewat email, sms, hingga bbm.
Belanda gelap
Kendati berjuluk Belanda Depok, jangan
sekali-kali berpikir kalau mereka itu berparas bule. Mereka keturunan
suku-suku dari wilayah Sulawesi, Kalimantan, Bali, Maluku dan lainnya.
Hanya saja, pada masa kolonialisme Belanda, mereka pribumi istimewa yang
punya pemerintahan sendiri, yakni Gemeente Bestuur yang bercorak republik.
Perlakuan istimewa diperoleh orang Depok tak
terlepas dari sepakterjang Cornelis Chastelein, saudagar VOC generasi
awal yang memerdekakan para budaknya melalui surat wasiatnya
(baca:testament).
Sejarah mencatat, 18 Mei 1696, Cornelis membeli
tanah Depok. Untuk menggarap tanah itu dia membeli 150-an budak. Siang
hari para budak itu bekerja dan malam harinya diberi pendidikan agama
Kristen Protestan. Pada 18 Mei 1696, dalam testament atau maklumat
tertulisnya, Cornelis menjanjikan tanah kepada seluruh pekerjanya dan
membebaskan dari perbudakan. Bila mau memeluk Kristen. Sejumlah 120
menuruti ajakan itu.
Testament direvisi hingga lima kali. Surat
wasiat terakhir dikukuhkan di Resolutie des Casteels, Batavia, tanggal
13 Maret 1714. Begitu hebarnya testament itu, ketika Cornelis wafat pada
28 Juni 1714, testemant itu terus berlaku.
Berbekal testament itu juga, mantan budak yang beranak pinak di Depok membentuk tatanan pemerintah sendiri yang diatur dalam Reglement van Het Land Depok. Isi reglement di antaranya Depok dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih 3 tahun sekali melalui pemilu.
Setelah memeluk agama Nasrani, para budak dibagi
menjadi 12 marga, yakni Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira,
Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh. Dalam
perjalanannya Zadokh menghilang.
Menurut Valentino, garis keturunan orang Depok
patrilineal. Marga turun dari laki-laki. “Zadokh habis karena mereka
tak punya keturunan laki-laki. Orang Depok yang di Belanda juga masih
mempertahankan garis kekerabatan. Di Belanda orang Depok tinggal
menyebar di hampir seluruh kota.”
Konsekuensi Sejarah
Ketika 11 Oktober 1945 terjadi kegaduhan di
Depok, ketika diserbu pejuang kemerdekaan dari seluruh penjuru mata
angin karena tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, para Belanda Depok,
dilindungi NICA. Orang Depok diinternir ke Kedunghalang, Bogor.

Otto Steva Jonathans adalah salah satu yang ada
di pelarian itu. Otto menikah dengan Lena Oknyo, anak kandung Thio
Pehtjoen, jawara Tionghoa yang tinggal di Pondok Cina, daerah tetangga
Depok. Pernikahan itu berbuah lahirnya Valentino Jonathans. Begitu
situasi pulih menyusul pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia,
keluarga ini pulang ke Depok dan hidup damai berdampingan dengan orang
kampung sekitar hingga hari ini.
Menjaga Warisan
Valentino muda langsung merantau usai mengenyam
pendidikan di Akademi Ilmu Pelayaran, Jakarta. Setelah 20 tahun
melanglang buana berpindah dari satu kota ke kota lain, Valentino
akhirnya pulang ke Depok. Dia langsung aktif mengurus kaum Belanda Depok
dan didaulat menjadi Penetua GPIB Immanuel Depok.
Tahun 2004 dia mencalonkan diri menjadi Ketua
YLCC dan terpilih mengalahkan 4 kandidat lainnya. “Pemilihan Ketua YLCC
digelar setiap 5 tahun sekali melalui rapat akbar yang dihadiri
seluruh anggota dewasa. Sangat demokratis,” tuturnya. “Tahun 2009
sewaktu rapat akbar digelar, saya kembali terpilih. Jadi, saya sudah 2
periode dipercaya memimpin YLCC.”
Dulu, sewaktu Gemeentee Bestuur
–pemerintah bercorak republik–Depok berkuasa, Presiden Depok dipilih 3
tahun sekali. Setelah merdeka, pemilihan pemimpin Belanda Depok di
bawah payung YLCC dihelat 5 tahun sekali.
Tugas Ketua YLCC mengkoordinasikan masyarakat
Depok lama yang 12 marga, menjaga asset berupa tanah pemakaman,
lapangan sepakbola, sekolah, rumah sakit, gedung pertemuan, tempat
ibadah yang merupakan warisan Cornelis Chastelein serta merawat
bukti-bukti peninggalan sejarah.
“Sejarah tentang keberadaan kami ini tidak
diakui oleh pemerintah. Jadi tanggungjawabku sebagai orang Depok
menjaga sejarah peninggalan warisan nenek moyang,” paparnya. Sejak jaman
perbudakan, kenangnya, leluhur Valentinon yang asli Sulawesi, dibeli
oleh Cornelis Chastelein di pasar budak. Hubungan dengan Sulawesi putus
sudah, dan menjadi orang ‘Belanda Depok’.